PENGEMBANGAN
KURIKULUM
TEKNOLOGI
PENDIDIKAN (S2) PASCASARJANA
UNIMED
Nama : NUR PUJI ASTUTIK
NIM :
8136122040
Kelas : TP – B1
e-mail : nurfuji0@gmail.com
HP :
081316665180
Pekerjaan : -
UJIAN
AKHIR SEMESTER
SOAL:
1. Model
pembelajaran pada kurikulum 2013 (K.13) terdiri dari model pembelajaran:
kolaborasi, individual, teman sebaya, sikap, bermain, kelompok, mandiri,
multimodel. Model-model pembelajaran tersebut di atas kembangkan bentuk-bentuk
model pembelajaran lainnya yang digunakan, seperti model jig saw masuk ke dalam
kelompok model mana, dan masih banyak model pembelajaran lainnya identifikasikan
dan masukkan kedalam kelompok model tersebut di atas!
2. Proses
evaluasi kurikulum memerlukan berbagai cara yang berbeda, salah satu model
evaluasi yang sering digunakan mengacu pada: pelaksanaan evaluasi internal,
rancangan revisi, pendapat ahli, komentar yang dipercaya, dan model kurikulum.
Berikan penjelasan pada masing-masing langkah evaluasi kurikulum tersebut?
3. Jelaskan
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum (relevansi, fleksibilitas, kontinuitas,
efektifitas dan efisiensi) dan kaitkan dengan pengembangan K.13, apakah sudah sesuai
/ tepat berikan gambaran dan solusinya?
4. Jelaskan
manfaat silabus dan RPP dalam perencanaan pembelajaran pada K.13, sehingga diharapkan
anda dapat melaksanakan pembelajaran sesuai yang tujuan. Berikan contoh?
5. Model
pengembangan kurikulum mengacu pada beberapa model seperti Tyler,
Administratif, Grass Roots, Meller-Seller, Taba, Beuachamp, dll. Dalam pengembangan
K.13 mengacu pada model apa, berikan alasannya dan gambaran arah K.13 kedepan?
6. Kita
sudah 10 kali berganti kurikulum. Inti dari kurikulum sebenarnya harus mampu memberikan
pedoman dan kerangka yang jelas dari perangkat-perangkat pendidikan yang
digunakan. Apa yang anda lakukan agar kurikulum kedepan bisa lebih baik?
7. Jelaskan
perbedaan kurikulum di Indonesia dengan di negera lain, minimal satu atau dua
Negara (bebas), sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas, apakah K.13 masih
layak digunakan atau perlu ada revisi (bila ada, maka pada bagianmana yang
perlu diperbaiki)?
8. K.13
bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki hidup sebagai pribadi
dan warga Negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif serta mampu
berkonstribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradapan
dunia. Polapikir K.13 terhadap hal tersebut di atas meliputi apa saja?
Catatan:
·Bila merujuk kedalam buku,
internet, maka cantumkan sumbernya dengan jelas, nama, tahun, judul, kota, penerbit
dan juga URL serta tanggal di akses
·Orisinelitas, ide,
gagasan serta opini untuk memecahkan permasalahan yang membangun dari jawaban anda
sangat kami hargai
·Usahakan jawaban mahasiswa
tidak sama, bila sama maka akan diambil kebijakan pengurangan nilai
·Jawaban dikumpul melalui
email ke mursid.tp@gmail.comdengan
subjek:
TP Kelas KURIKULUM Nama Mhs 2013/2014 (Contoh: TP B1 KURIKULUM AGUS MAIMUN
2013/2014)
dan
hard copy melalui komisaris / ketuadan di serahkan kedosen pengampu mata kuliah
·Batas akhir tugas dikumpulkan
tanggal 14 Juni 2014
Jawaban Soal
No.1
Pengertian Model
Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara, contoh
maupun pola, yang mempunyai tujuan meyajikan pesan kepada siswa yang harus
diketahui, dimengerti, dan dipahami yaitu dengan cara membuat suatu pola atau
contoh dengan bahan-bahan yang dipilih oleh para pendidik / guru sesuai dengan
materi yang diberikan dan kondisi di dalam kelas.
Model
pembelajaran Kurikulum 2013 berbasis saintifik dengan lima langkah pembelajaran
yaitu mengamati, bertanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan Sedangkan metode pembelajaran dalam kurikulum
sebelumnya menggunakan tiga langkah : elaborasi, eksplorasi, konfirmasi.
Beberapa contoh
model pembelajaran pada peserta didik aktif yang dapat dijadikan acuan
pengajaran keterampilan di kelas pada kurikulum 2013 :
1. Model Pembelajaran Kolaborasi
Pembelajaran kolaborasi (collaboration
learning) menempatkan peserta
didik dalam kelompok kecil dan memberinya tugas di mana mereka saling
membantu untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan kelompok. Dukungan
sejawat, keragaman pandangan, pengetahuan dan keahlian sangat membantu
mewujudkan belajar kolaboratif. Metode yang dapat diterapkan antara lain
mencari informasi, proyek, kartu sortir, turnamen, tim quiz.
didik dalam kelompok kecil dan memberinya tugas di mana mereka saling
membantu untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan kelompok. Dukungan
sejawat, keragaman pandangan, pengetahuan dan keahlian sangat membantu
mewujudkan belajar kolaboratif. Metode yang dapat diterapkan antara lain
mencari informasi, proyek, kartu sortir, turnamen, tim quiz.
2. Model Pembelajaran Individual
Pembelajaran individu (individual learning) memberikan kesempatan kepada
peserta didik secara mandiri untuk dapat berkembang dengan baik sesuai
dengan kebutuhan peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara lain
tugas mandiri, penilaian diri, portofolio, galeri proses.
3. Model Pembelajaran Teman Sebaya
Beberapa ahli percaya bahwa satu mata pelajaran benar-benar dikuasai hanya
apabila seorang peserta didik mampu mengajarkan kepada peserta didik lain.
Mengajar teman sebaya (peer learning) memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik. Pada waktu yang sama,
ia menjadi narasumber bagi temannya. Metode yang dapat diterapkan antara
lain: pertukaran dari kelompok ke kelompok, belajar melalui jigso (jigsaw), studi kasus dan proyek, pembacaan berita, penggunaan lembar kerja, dll.
4. Model Pembelajaran Sikap
Aktivitas belajar afektif (affective learning) membantu peserta didik untuk
menguji perasaan, nilai, dan sikap-sikapnya. Strategi yang dikembangkan
dalam model pembelajaran ini didesain untuk menumbuhkan kesadaran akan
perasaan, nilai dan sikap peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara
lain: mengamati sebuah alat bekerja atau bahan dipergunakan, penilaian diri
dan teman, demonstrasi, mengenal diri sendiri, posisi penasihat.
5. Model Pembelajaran Bermain
Permainan (game) sangat berguna untuk membentuk kesan dramatis yang
jarang peserta didik lupakan. Humor atau kejenakaan merupakan pintu
pembuka simpul-simpul kreativitas, dengan latihan lucu, tertawa, tersenyum
peserta didik akan mudah menyerap pengetahuan yang diberikan. Permainan
akan membangkitkan energi dan keterlibatan belajar peserta didik. Metode
yang dapat diterapkan antara lain: tebak gambar, tebak kata, tebak benda
dengan stiker yang ditempel dipunggung lawan, teka-teki, sosio drama, dan
bermain peran.
6. Model Pembelajaran Kelompok
Model pembelajaran kelompok (cooperative learning) sering digunakan pada
setiap kegiatan belajar-mengajar karena selain hemat waktu juga efektif,
apalagi jika metode yang diterapkan sangat memadai untuk perkembangan
peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara lain proyek kelompok,
diskusi terbuka, bermain peran.
7. Model Pembelajaran Mandiri
Model Pembelajaran mandiri (independent learning) peserta didik belajar
atas dasar kemauan sendiri dengan mempertimbangkan kemampuan yang
dimiliki dengan memfokuskan dan merefleksikan keinginan. Teknik yang dapat
diterapkan antara lain apresiasi-tanggapan, asumsi presumsi, visualisasi mimpi atau imajinasi, hingga cakap memperlakukan alat/bahan berdasarkan temuan sendiri atau modifikasi dan imitasi, refleksi karya, melalui kontrak belajar, maupun terstruktur berdasarkan tugas yang diberikan (inquiry, discovery,recovery).
8. Model Pembelajaran Multimodel
Pembelajaran multimodel dilakukan dengan maksud akan mendapatkan
hasil yang optimal dibandingkan dengan hanya satu model. Metode yang
dikembangkan dalam pembelajaran ini adalah proyek, modifikasi, simulasi,
interaktif, elaboratif, partisipatif, magang (cooperative study), integratif,
produksi, demonstrasi, imitasi, eksperiensial, kolaboratif
Berikut ini
daftar beberapa model pembelajaran kooperatif yang efektif:
TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)
Tipe model
pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari
pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI,
siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan,
dan kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya
belajar. Jadi, setiap anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi
pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan
sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian
diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor.
Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan
suatu kelompok dan memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil
melampaui kriteria yang telah ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk
kelompok yang anggotanya mendapat nilai sempurna. Kelebihan model pembelajaran
kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa bertanggungjawab untuk memeriksa
pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu yang lebih banyak untuk
membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak hambatan dalam belajar
yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada
tingkatan unit materi pelajaran yang sama. Banyak penelitian melaporkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini sangat efektif
untuk digunakan dalam pembelajaran.
STAD (Student Teams Achievement Division)
Pada model
pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok
kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi
pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan
menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa
dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk
meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di kelas
anda, maka ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan model pembelajaran kooperatif STAD
ini kepada siswa.
Round Table atau Rally Table
Untuk
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini
guru dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa (misalnya kata-kata
yang dimulai dengan huruf “s”). Selanjutnya mintalah siswa bergantian
menuliskan satu kata secara bergiliran.
Jigsaw
Jigsaw pertama
kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di
Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di
Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Tujuan diciptakannya tipe model
pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk meningkatkan rasa tanggungjawab
siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar anggota kelompoknya yang
lain. Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya,
karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada
anggota kelompoknya yang lain. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi. Setiap siswa dalam model
pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1)
kelompok asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert group).
Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini
mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota
kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok
asal untuk membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli adalah kelompok yang
terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah
topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah
mempelajari topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok
asal mereka masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi
tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara bergantian.
NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama
Pada
modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka
masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan
beri batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan
jika bisa menjawa pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1
sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut
menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan
memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi.
TGT (Team Game Tournament)
Model
pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen
mingguan (Slavin, 1994). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa
saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan
kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk
membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa.
Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah)
Pada model
pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three
problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada langkah
pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian
mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas.
Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan
orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara
pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai
orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi
orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan telah bertukar peran,
selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil
wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model
pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk
mengajarkan siswa problem solving (pemecahan masalah).
Three-Minute Review (Reviu Tiga Langkah)
Model
pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan
saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau
presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka
ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam
kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota
lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah
diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia
misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan
mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
mengklarifikasi.
GI (Group Investigasi)
Model
pembelajaran kooperatif tipe group investigasi telah banyak dibahas pada blog
ptk dan model pembelajaran ini. Silakan baca tentang model pembelajaran
kooperatif group investigasi:
- Tinjauan tentang model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigasi
- Efektivitas kelompok kooperatif pada tipe GI ini juga perlu untuk dievaluasi
- Evaluasi proses inkuiri yang dilakukan siswa saat model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi
- Sintaks model pembelajaran kooperatif tipe GI
- langkah-langkah desain model dan implementasinya di kelas
Go Around (Berputar)
Model
pembelajaran kooperatif tipe go around sebenarnya adalah variasi dari
model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi. Baca lebih lanjut tentang
langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif
Go Around
Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik)
Model
pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal
balik) dikembangkan oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik
atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model pembelajaran
kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan saat
berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah
teks (bahan bacaan). Setiap anggota pasangan akanbergantian membaca teks dan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik (feedback).
Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk
melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti mengklarifikasi,
bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model pembelajaran kooperatif tipe
reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa dapat belajar
secara efektif dari siswa lainnya. Baca artikel yang lebih rinci tentang model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching
(pengajaran timbal balik).
CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)
Model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading
composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk
mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan
berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun jenjang dasar.
Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya
mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang
keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi
(naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional
pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok membaca berbasis
keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang-pasangan di
dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading
group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana
“membaca-bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal
balik). Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan aktivitas
pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara (oral
reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan,
menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita,
hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil
kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim)
kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan
menyelesaikan tugas membaca dan menulis.
The Williams
Tipe model
pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk
menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan pembelajaran.
Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen
seperti pada tipe STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang
berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang
memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
TPS (Think Pairs Share)
Model
pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya
dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981). Tipe model pembelajaran kooperatif ini
memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah
pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya
diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil
kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan
selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang
telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.
TPC (Think Pairs Check)
Model
pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari
tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada pada saat
mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru
saat berada dalam pasangan.
TPW (Think Pairs Write)
Tipe model
pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi
dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share).
Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah setelah mereka
berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau tanggapan
terhadappertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran
kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis.
Tea Party (Pesta Minum Teh)
Pada model
pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran
konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain.
Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan
kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapanan
dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak
searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru
kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah
seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih
pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula siswa
diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti
bila diadakan tes.
Write Around (Menulis Berputar)
Model
pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk
menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan
sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu
akan meminta hadiah berupa...). Mintalah semua siswa dalam setiap kelompok
untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas
berisi tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka
terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat
lagi. Setelah beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau
tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka
untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu,
kemudian membagi cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around
adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around.
Round Robin Brainstorming atau Rally Robin
Contoh pelaksanaan
model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya : berikan
sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di Indonesia) untuk didiskusikan.
Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam
kategori tersebut.
LT (Learnig Together)
Orang yang
pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning
Together (Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di
Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning
Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk
mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar
kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja
kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning
Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan
untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang
bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok.
Student Team Learning (STL - Kelompok Belajar Siswa)
Model
pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di
John Hopkins University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian
tentang pembelajaran kooperatif di sana menggunakan student team learning.
Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan
model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa
harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya
yang merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa
setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada
model pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap
kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang sama untuk
memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran
ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil
melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual
bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang
dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model pembelajaran tipe STL,
setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat memberikan kontribusi
yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan
skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya.
Two Stay Two Stray
Model pembelajaran kooperatif two stay two stray
ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa
yang tinggal di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one
stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three
stay one stray (tiga tinggal satu berpencar). Model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer
Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay
two stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling
berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.
Demikian pembahasan mengenai tipe-tipe model pembelajaran kooperatif. Pada artikel selanjutnya, blog ptk dan model pembelajaran akan menguraikan lebih detail mengenai beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang belum diulas pada artikel-artikel sebelumnya. Sampai jumpa.
Demikian pembahasan mengenai tipe-tipe model pembelajaran kooperatif. Pada artikel selanjutnya, blog ptk dan model pembelajaran akan menguraikan lebih detail mengenai beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang belum diulas pada artikel-artikel sebelumnya. Sampai jumpa.
Jawaban Soal No.2
A. Pengertian Evaluasi Kurikulum
Banyak ahli yang telah menyumbangkan buah pikirannya tentang evaluasi kurikulum antara lain :
Banyak ahli yang telah menyumbangkan buah pikirannya tentang evaluasi kurikulum antara lain :
- Menurut Morison evaluaasi adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan.
- Dalam buku The School Curruculum, evaluasi dinyatakansebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis yang bertujuan untuk membantupendidikan memehami dan menilai suatu kurikulum, srta memperbaiki metode pendidikan.
- Adapapun dalam buku Curriculum Plannning and Develoment dinyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk menilai kinerja pelaksanaan suatu kurikulum artinya evaluasi tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan dicapai, tujuan tersebutt harus diperiksa hala-hala yang telah dan sedang dilakukan serta evaluasi harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu.
- Dalam teori dan praktek pendidikan evaluasi kurikulum merupakan suatu bidang yang berkembang dengan cepat, termasuk evaluasi terhadap implementasi kurikulum.
Evaluasi
kurikulum memegang peran penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan
pada umumnya, maupun dalam pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil
evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksaan pendidikan
dan para pemegang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pemegang
system pendidikan dan pemegang model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil
evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para
pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa,
memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara
penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.
Evaluasi kurikulum sulit dirumuskan secara tegas, hal tersebut disebabkan beberapa faktor :
Evaluasi kurikulum sulit dirumuskan secara tegas, hal tersebut disebabkan beberapa faktor :
- Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah
- Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan
- Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah.
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua
disiplin yang berdiri sendiri. Ada pihak yang berpendapat antara keduannya
tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lainyang menyatakan keduannya mempunyai
hubungan yang sangat erat. Pihak yang memandang ada hubungan, hubungan tersebut
merupakan hubungan sebab akibat. Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada
evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi akan member warna pada
pelaksanaan kurikulum.
B. Aspek – Aspek Evaluasi Kurikulum
B. Aspek – Aspek Evaluasi Kurikulum
- Keterkaitan Antara Evaluasi Kurikulum Dan Pengembangan Kurikulum
- Evaluasi kurikulum dan system kurikulum
Sebagai suatu bagian dari system evaluasi pendidikan, secara
fungsional evaluasi kurikulum merupakan bagian dari system kurikulum. luSystem
kurikulum memiliki tiga fungsi pokok yaitu pengembangan kurikulum, pelaksanaan
kurikulum dan evaluasi efek system kurikulum. Evaluasi kurikulum minimal
berfokus pada empat bidang yaitu, evaluasi terhadap penggunaan kurikulum,
desain kurikulum, hasil dari siswa, dan system kurikulum.
- Evaluasi kurikulum dan pengembangan kurikulum
Tylor berpendapat dalam buku Dasar-Dasar Pengembangan
Kurikulum,evaluasi kurikulum minimal terjadi dua kali yaitu pada awal dan akhir
pengembangan kurikulum agara dapat mengukur perubahan dalam jangka waktu
tersebut. Pengembangan kurikulum adalah proses yang meliputi kegiatan untuk
melaksanakan percobaan evaluasi, sehingga kekurangan yang ditemukan dapat
diperbaiaki untuk hasil yang lebih baik. Konsep R.A Becher tentang pengembangan
kurikulum dan evaluasi kurikulum, pada mulanya bersifat deskriptif yaitu
menekankan pada what is it?, tetapi kemudian berkembang kepada yang bersifat
preskriftif, yang menekankan pada what ought to be. Evaluasi merupakan kegiatan
yang luas, kompleks dan terus menerus untuk mengetahui proses dan hasil
pelaksanaan system pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi juga meliputi rentang yang cukup luas, mulai yang bersifat sangat
informal sampai yang sanat formal. Pada tingkat yang sangat informal evaluasi kurikulum
berbentuk perkiraan, dugaan atau pendapat tentang perubahan-perubahan yang
dicapai oleh program sekolah. Pada ringkat yang lebih formal evaluasi kurikulum
meliputi pengumpulan dan pencatatn data, sedangkan pada tingkat yang sangat
formal berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan kearah tujuan yang telah
ditentukan.
- Prinsip-Prinsip Evaluasi Kurikulum
- Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam mencapai tujuan yan telah ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuan itu pula yang mengarahkan berbagai kegiatan dalam proses pelaksanaan evaluasi kurikulum.
- Bersifat obyektif, artinya berpijak pada keadaan yang sebenarnya, bersumber dari data yang nyata dan akurat, yang diperoleh melalui instrument yang handal.
- Bersifat komprehensip, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam ruang lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus mendapat perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum dilakukan pengambilan keputusan.
- Koopratif dan bertanggung jawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan keberhasilan suatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab bersama pihak-pihak yang terlibat dalamproses pendidikan seperti guru, kepala sekolah, orang tua bahkan siswa dan sebagainya.
- Efisien, kkhususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan yang menjadi unsur penunjang. Oleh karena itu, harus diupayakan agar hasl evaluasi lebih tinggi, atau paling tidak berimbang dengan mateeril yang digunakan.
- Berkesinambungan. Hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan luar sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum
- Jenis-Jenis Straregi Evaluasi
- Strategi pertama, penentuan lingkungan tempat terjadinya perubahan, terdapat berbagai kebutuhan yang tidak atau belum terpenuhi dan juga berbagai masalah yang mendasari timbulnya kebutuhan serta kesemmpatan untuk terjadinya perubahan.
- Strategi kedua, pengenalan dan penilaian terhadap berbagai kemampuan yang relevan Strateggi ketiga, pendekatan dan prediksi hambatan yang mungkin terjadi dalam desain procedural atau implemmentasi sepanjang tahap pelaksanaan program.
- Strategi keempat, pnentuan keefektifan proyek yang telah dilaksanakan melalui pengukuran dan penafsiran hasil-hasil yang telah dicapai sehngga seorang evaluator dapat memilih strategi yang tepat
- Prosedur Strategi Evaluasi
- Evalusi kebutuhan dan Feasibility
Prosedur yang dapat dilakukan oleh organisasi atau
administrator tingkat pelaksana. Prosedur yang dilaksanakan adalah :
- Merumuskan tipe dan jenis mata pelajaran atau program yang sekarang sedang dismpaikan.
- Menetapkan program yang dibutuhkan.
- Menilai data setempat berdasarkan tes baku, tes intelengensi dan tes sikap yang ada.
- Menilai riset yang telah ada baik riset setempat maupun riset tingkat nasional yang sama atau berhubungan.
- Menetapkan feasibility pelaksanaan program sesuai dengan sumber-sumber yang ada.
- Mengenali masalah-masalah yang mendasari kebutuhan.
- Menentukan proyek yang akan dikembangkan guna berkontribusi pada system sekolah.
- Evaluasi masukan
Evaluasi masukan melibatkan para supervisor, konsultan dan
ahli mata pelajaran yang dapat merumuskan pemecahan masalah. Pemecahan masalah
ini harus dilihat dalam hubungannya dengan hambatan (misalnya penerimaan
pemecahan masalah tersebut oleh guru dan siswa) jadi, evaluasi masukan menuju
kearah pengembangan berbagai strategi dan prosedur, yang dalam pembbuatan
keputusannya sangat dibutuhkan informasi yang akuarat selain itu masukan juga
berusaha mengenali daerah permasalahan agar dapat diawasi selam berlangsungnya
implementasi.
- Evaluasi proses
Evaluasi proses adalah system pengelolaan informasi dalam
upaya membuat keputusan yang berkenaan dengan ekspansi, kontraksi, modifikasi,
dan klarifikasi strategi pemecahan atau penyelesaian masalah. Dalam hal ini
staff perpustakaan memainkan peran yang sangat penting, karena mereka secara
langsung melakukan monitoring terhadap desain dan prosedur pelaksanaan, serta
memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan program.
- Evaluasi produk
Evaluasi ini berkenaan dengan pengukuran terhadap
hasil-hasil program dalam kaitannya dengan tercapainya tujuan. Berbgai variable
yang diuji bergantung pada tujuan, perubahan sikap, perbaikan kemampuan dan
perbaikan tingkat kehadiran. Dari evaluasi akan diperoleh data dan informasi
yang cukup valid serta dapat dipercaya dalam upaya pembuatan keputusan dan
program perbaikan.
- Kompnen Desain Evaluasi
Desain evaluasi menguraikan tentang, 1). Data yang harus
dikumpulkan, 2). Analisis data untuk membuktikan nilai dan efektivitas
kurikulum. Desain evaluasi biasanya terdiri dari sekurang-kurangnya lima
langkah, yaitu;
- Merumuskan tujuan evaluasi kurikulum
- Mendesain proses dan metodologi evaluasi
- Menspesifisikan data yang diperlukan untuk menyusun intrumen bagi proses bagi pengumpulan data
- Mengumpulkan, menyusun dan mengolah data
- Menganalisis data dan menyusun laporan mengenai hasil-hasil, kesimpulan dan rekomendasi.
- Model – Model Evaluasi Kurikulum
- Evaluasi
model penelitian Eksperimen lapangan dalam pendidikan, dimulai pada tahun
1930, dengan menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian
botani pertanian. Para ahli botani pertanian mengadakan percobaan untuk
mengetahui produktivitas bermacam-macam benih. Percobaan serupa juga
dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh tanah, pupuk dan sebagainya
terhadap produktivitas suatu macam beih. Model eksperimen dalam botani
pertanian dapat digunakan dalam pendidikan, anak dapat disamakan dengan
benih sedangkan kurikulum serta berbagai fasilitas dan sistem sekolah
dapat disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya. Untuk mengetahui
tingkat kesuburan benih (anak) serta hasil yang dicapai pada akhir
program percobaan dapat digunakan dengan tes (pre test dan post test).
Ada beberpa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen tersebut, yaitu : - Kesulitan administrative, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen
- Masalah teknik dan logis, yaitu kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji.
- Sulit mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, pengaruh guru-guru tesebut sulit dikontrol
- Adanya keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan.
- Evaluasi
model objektif (tujuan) Dalam model objektif , evaluasi merupakan bagain
yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. Para evaluator
juga mempunyai peranan menghimpun pendapat-pendapat orang luar tentang
inovasi kurikulum yang dilaksanakan. Kurikulum tidak dibandingkan dengan
kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat tujuan khusus.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengembang model objektif: - Adanya kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum
- Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa
- Menyususn materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut
- Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hsil yang diinginkan.
- Evaluasi
campuran multivariasi Evaluasi model perbandingan dan model Tylor dan
Bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi
evaluasi yang menyatukan unsure-unsur dari kedua pendekatan tersebut.
Langkah – langkah model multivariasi tersebut adalah sebagai berikut: - Mencari sekolah yang bersedia dievaluasi atau diteliti
- Pelaksanaan program. Bila tidak ada pencampuran sekolah tekanannya pada partisipasi yang optimal
- Sementara tim menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode unsure, dapat disiapkan tes tambahan
- Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan computer
- Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari bebrapa variabel yang berbeda
Beberapa ksesulitan yang dihadapi dalam model campuran
multivariasi tersebut, yaitu:
- Diharapkan memberi tes yang signifikan.
- Terlalu banyaknya variabel yang perlu dihitung pada suatu saat, kemampuan computer hanya sampai pada 40 variabel sedangkan dengan model ini dapat dikumpulkan sampai 300 variabel
- Meskipun model campuran multivariasi telah mengurangi masalah kontrol berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi tetap menghadapi masalah-masalah pembandingan.
- Proses Evaluasi Kurikulum
Berbagai model desain kurikulum memerlukan berbagai cara
evaluasi yang berbeda pula. Evaluasi model yang sering digunakan adalah desain
tujuan. Evaluasi tersebut terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut :
pelaksanan evaluasi internal, rancangan revisi, pendapat ahli, komentar yang
dapat dipercaya, model kurikulum, Dalam program evaluasi tersebut masih
terdapat perbedaan pendapat tentang apakah ahli yang melaksanakan kurikulum
harus ahli juga dalam bidang ilmu tersebut, ada pula ahli yang mengemukakan empat
langkah evaluasi kurikulum yang berfokus pada tujuan yaitu : evalusi internal
dilaksanakan oleh pengembang kurikulum dan berhubungan dengan model desain
kuikulum yang bertujuan untuk memperbaiki proses pengembangan kurikulum,
evaluasi formatif adalah proses ketika pengembang kurikulum memperoleh data
untuk memperbaiki dan merevisi kurikulum agar menjadi lebih efektif, evaluasi
sumatif bertujuan untuk memeriksa kurikulum dan diadakan setelah pelasanaan
kurikulum untuk memeriksa efesiensi secara keseluruhan, evaluasi jangka panjang
- Peranan Evaluasi Kurikulum
Evalusi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan
intittusi sosial. Proyek-proyek evaluasi yang dikembangkan di Inggris
umpamanya, juga di Negara-negara lain, merupakan intitusi sosial mempunyai asal
usul, sejarah, struktur serta interest sendiri. Beberpa karakteristik dari
proyek-proyek kurikulum yang telah dikembangkan di Inggris, umpamanya Lebih
bekenaan dengan inovasi daripada dengan kurikulum yang ada, Lebih berskala
nasional daripada lokal, Dibiayai oleh Grant dari luar yang berjangka pendek
daripada oleh anggapan tetap, Lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan
penelitian yang bersifat psikomotorikdaripada oleh kebiasaan lama yang berupa
penelitian sosial. Peran evaluasi kebijaksaan dalam kurikulum khususnya
pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu: 1. Evaluasi
sebagai judget, konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil dari
suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan
selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian, pertama evaluasi berisi suatu
skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat
dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu prangkat kriteria praktis berdasarkan
kriteria-kriteria tersebut suatu hasil yang dapat dinilai. Evaluasi kurikulum
bukan merupakan konsep tunggal, minimal meliputi dua kegiatan, Kegiatan yang
pertama mengumpulkan informasi, mungkin juga mengandung segi - segi nilai
(terutama dalam memilih sumber informasi dan jenis informasi yang dikumpulkan),
tetapi belum menunjukkan suatu evaluasi. Dalam kegiatan yang kedua, yaitu
menentukan keputusan menunjukkan suatu evaluasi, dasar perimbangan yang
digunakan adalah suatu perangkat nilai-nilai. 2. Evaluasi dan penentuan
keputusan, Pengambil keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau khususnya
kurikulum sangat banyak, yaitu: guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para
inspektur. Pengembang kurikulum dan sebagainnya. Pada prinsipnya tiap individu
tersebut membuat keputusan sesuai dengan posisinya masing masing. Besar atau
kecilnya peranan keputusan yang diambil oleh seseorang sesuai dengan lingkup
tanggung jawabnya serta lingkup masalah yang dihadapinya pada suatu saat. Salah
satu kesulitan yang dihadapi dalam penggunaan hasil evaluasi bagi pengambilan keputusan
adalah, hasil evaluasi yang diterima oleh berbagai pihak pengambil keputusan
adalah sama. Masalah yang timbul adalah bahwa belum tentu keputusan yang
diambil bermanfaat bagi pihak lain, artinya suatu informasi mungkin lebih
bermanfaat bagi pihak tertentu tetapi belum tentu bermanfaat bagi pihak yang
lain. Evaluasi Kurikulum 3. Evaluasi dan konsensus nilai Secara historis
consensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tradisi tes mental serta
eksperimen. Konsensus tersebut berupa kerangka kerja penelitian yang dipusatkan
pada tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi belajar yang bersifat
behavioral, penggunaan analisis statistic dari pre test dan post test dan
lain-lain. Model tersebut mendapatkan beberapa kritik tetapi kritik atau
kesulitan tersebut yang paling utama adalah dalam merumuskan tujuan-tujuan
khusus yang dapat diterima oleh seluruh partisipan evaluasi kurikulum serta
perencanaan kurikulum. Juga diantara partisipan harus ada persetujuan tentang
tujuan-tujuan yang paling penting. Para partisipan dalam evaluasi pendidikan
dapat terdiri atas: orang tua, murid, guru, pemgembang kurikulum,
administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek, dan sebagainnya.
Pernah dimimpikan para partisipan tersebut merupakan suatu kelompok yang
homogen sebagai pengambil keputusan atas hasil penelitian, tetapi beberapa
pengalaman menunjukkan bahwa hal itu tidak mungkin. Mereka mempunyai sudut
pandang, kepentingan nilai-nilai serta pengalaman tersendiri. Kesatuan
penilaian hanya dapat dicapai melalui suatu konsensus. Evaluasi Kurikulum
Jawaban Soal No.3
Pengembangan
kurikulum adalah istilah yang komprehensif,
didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan
kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum
membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang
akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau
biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer
perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum
merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa
besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah
direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan
kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia
pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti :
politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat
lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip
yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya
merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum,
dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan
sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena
itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin
terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan
di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali
prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum.
Dalam
hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip –
prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan
efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan
tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip
berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan
pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan
kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima
prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
- Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
- Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
- Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
- Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
- Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas
Jawaban Soal No. 4
Hakikat
RPP Menurut Kurikulum 2013
RPP adalah singkatan dari Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran. Dalam pedoman umum pembelajaran untuk penerapan
Kurikulum 2013 disebutkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah
rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok
atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. RPP mencakup: (1) data sekolah,
matapelajaran, dan kelas/semester; (2) materi pokok; (3) alokasi waktu; (4)
tujuan pembelajaran, KD dan indikator pencapaian kompetensi; (5) materi
pembelajaran; metode pembelajaran; (6) media, alat dan sumber belajar; (6)
langkah-langkah kegiatan pembelajaran; dan (7) penilaian.
Semua guru di setiap sekolah harus menyusun RPP untuk mata pelajaran kelas di mana guru tersebut mengajar (guru kelas dan guru mata pelajaran). Guru kelas adalah sebutan untuk guru yang mengajar kelas-kelas pada tingkat tertentu di Sekolah Dasar (SD). Sedangkan guru mata pelajaran adalah guru yang mengampu mata pelajaran tertentu pada kenjang SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK.
Pengembangan RPP dianjurkan untuk dikembangkan/disusun di setiap awal semester atau awal tahun pelajaran. Hal ini ditujukan agar agar RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan proses penyusunan/pembuatan/ atau pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri atau secara berkelompokdi MGMP .
Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau secara bersama-sama melalui musyawarah guru MATA pelajaran (MGMP) di dalam suatu sekolah tertentu semestinya harus difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah. Pengembangan RPP melalui MGMP antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasikan dan disupervisi oleh pengawas atau dinas pendidikan.
Semua guru di setiap sekolah harus menyusun RPP untuk mata pelajaran kelas di mana guru tersebut mengajar (guru kelas dan guru mata pelajaran). Guru kelas adalah sebutan untuk guru yang mengajar kelas-kelas pada tingkat tertentu di Sekolah Dasar (SD). Sedangkan guru mata pelajaran adalah guru yang mengampu mata pelajaran tertentu pada kenjang SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK.
Pengembangan RPP dianjurkan untuk dikembangkan/disusun di setiap awal semester atau awal tahun pelajaran. Hal ini ditujukan agar agar RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan proses penyusunan/pembuatan/ atau pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri atau secara berkelompokdi MGMP .
Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau secara bersama-sama melalui musyawarah guru MATA pelajaran (MGMP) di dalam suatu sekolah tertentu semestinya harus difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah. Pengembangan RPP melalui MGMP antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasikan dan disupervisi oleh pengawas atau dinas pendidikan.
Perancangan
Pembelajaran Penting untuk Membuat Proses Pembelajaran Sesuai dengan Tujuan
Kurikulum
|
Prinsip-Prinsip
Pengembangan RPP Menurut Kurikulum 2013
Beberapa prinsip penting yang harus
diperhatikan saat mengembangkan atau menyusun RPP adalah sebagai berikut.
- RPP disusun oleh guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan silabus yang telah dikembangkan di tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran. Jadi dalam hal ini guru harus mampu menterjemahkan ide-ide yang dimuat dalam Kurikulum 2013. Penterjemahan ide-ide didasarkan pada silabus yang telah disiapkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini departemen pendidikan dan kebudayaan. Kemampuan menterjemahkan ide akan terlihat saat guru mengembangkan RPP dan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
- RPP yang dibuat selalu mengedepankan perencanaan pembelajaran yang nantinya dalam proses belajar mengajar akan mendorong partisipasi aktif siswa. RPP yang dibuat tidak boleh menyimpang dari tujuan Kurikulum 2013 yaitu untuk menghasilkan siswa sehingga menjadi manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar (pebelajar sepanjang hayat/lifelong learner), proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sehingga dapat mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu (curiousity), kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar dan kebiasaan belajar.
- Pengembangan RPP yang baik akan mengedepankan proses pembelajaran yang mengembangkan budaya membaca dan menulis pada diri peserta didik. Proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
- Di dalam RPP terdapat cara-cara dan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru untuk memberikan umpan balik (feedback) dan tindak lanjut (follow up). RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif (positive feedback), penguatan (reinforcement), pengayaan (enrichment), dan remedi. Pemberian pembelajaran remedi harus dilakukan guru setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta didik dapat teridentifikasi. Pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta didik.
- Perancangan RPP memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara materi-materi pembelajaran yang satu dengan materi pembelajaran yang lainnya. RPP harus sedemikian rupa sehingga keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar menjadi satu kesatuan utuh berbentuk pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas matapelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya.
- Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Jawaban Soal No . 5
1. Model Ralph Tyler
Model pengembangan kurikulum yang
dikemukakan Tyler diajukan berdasarkan pada beberapa pertanyaan yang mengarah
pada langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut adalah:
a.
T
ujuan pendidikan apa yang dicapai
oleh sekolah?
b.
Pengalaman
-
pengalaman pendidikan apakah yang
semestinya diberikan untuk
mencapai tujuan pendidikan?
c.
Bagaimanakah pengalaman
-
pengalaman pendidikan sebaiknya
diorganisasikan?
d.
Bagaimanakah menentukan bahwa tujua
n telah tercapai?
Berdasar pada empat pertanyaan
tersebut,
Tyler merumuskan empat tahap yang
harus dilakukan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu meliputi:
a.
Menentukan Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan arah
atau sasaran akhir yang harsu dicapai
dalam
program pendidikan dan pembelajaran.
Tujuan pendidikan harus menggambarkan
perilaku akhir setelah peserta didik
mengikuti program pendidikan, sehingga tujuan
tersebut harus dirumuskan secara
jelas dan terperinci.
Ada tiga aspek yang harus dipertimba
ngkan sebagai sumber dalam penentuan
tujuan pendidikan menurut Tyler,
yaitu:
1)
hakikat peserta didik,
2)
kehidupan masyakat masa kini, dan
3)
pandangan para ahli bidang studi.
Penentuan tujuan pendidikan dengan
berdasar kepada ketiga aspek diatas,
selanjutnya difi
lter oleh nilai
-
nilai filosofis masyarakat dan
filosofis pendidikan serta
psikologi belajar.
Ada lima faktor yang menjadi arah
penentuan tujuan pendidikan, yaitu:
pengembangan kemampuan berpikir,
membantu memperoleh informasi,
pengembangan sikap kemasyarak
atan, pengembangan minat peserta
didik, dan
pengembangan sikap sosial.
b. Menentukan Proses Pembelajaran
Salah satu aspek yang harus
diperhatikan dal
am penentuan proses pembelajaran
adalah persepsi dan latar belakang
kemampuan peserta didik.
Pengalaman
peserta didik
akan sangat membantu dalam
terwujudnya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Dalam proses pembelajaran akan
terjadi interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan pendidikan atau sumber
belajar, yang tujuannya untuk membentuk sikap,
pen
getahuan dan keterampilan sehingga
muncul perilaku yang utuh.
c. Menentukan Organisasi Pengalaman
Belajar
Pengalaman belajar sangat
dipengaruhi oleh tahapan
-
tahapan dan isi atau materi
belajar. Tahapan
-
tahapan belajar yang tersusus dengan
rapi akan sanga
t membantu
terwujudnya tujuan pembelajaran.
Kejelasan materi dan proses pembelajaran akan
memberikan gambaran mengenai jenis
evaluasi yang akhirnya dapat digunakan.
d. Menentukan Evaluasi Belajar
Menentukan evaluasi belajar yang
cocok merupakan tahap akhi
r dalam model
Tyler. Dalam menentukan evalusi
belajar hendaknya mengacu pada tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran
serta proses pembelajaran yang telah ditentukan
sebelumnya. Selain itu, hendaknya
merujuk pula pada prinsip
-
prinsip evaluasi yang
ada.
2
. Model Administratif
Pengembangan kurikulum ini disebut
juga dengan istilah dari atas ke bawah (
top
down)
atau staff lini
(line
-
staff procedure)
, artinya dalam pengembangan
kurikulum ini
terdapat beberapa tahapan secara
prosedural yang harus ditempuh deng
an dibantu oleh
beberapa tim tertentu.
Langkah pertama adalah pembentukan
ide awal yang dilaksanakan oleh para
pejabat tingkat atas, yang membuat
keputusan dan kebijakan berkaitan dengan
pengembangagn kurikulum. Tim ini
sekaligus sebagai tim pengarah dalam
pengembangan kurikulum.
Langkah kedua adalah membentuk suatu
tim panitia pelaksana atau komisi untuk
mengembangkan kurikulum yang
didukung oleh beberapa anggota yang terdiri dari
para ahli, yaitu: ahli pendidikan,
kurikulum, disiplin imu, tokoh masyarakat
, tim
pelaksana pendidikan, dan pihak
dunia kerja. Tim ini bertugas untuk mengembangkan
konsep
-
konsep umum, landasan, rujukan,
maupun strategi pengembangan kurikulum
yang selanjutnya menyusun kurikulum
secara opersional berkaitan dengan
pengembangan atau p
erumusan tujuan
pendidikan maupun pembelajaran,
pemilihan
dan penyusunan rambu
-
rambu dan substansi materi
pembelajaran, menyusun alternatif
proses pembelajaran, dan menentukan
penilaian pembelajaran.
Langkah ketiga, kurikulum yang sudah
selesai disusun kem
udia diajukan untuk
diperiksa dan diperbaiki oleh tim
pengarah. Tim ini melakukan penyesuaian antara
aspek
-
aspek kurikulum secara terkoordinasi
dan menyiapkan secara sistem dalam
rangka uji coba maupun dalam rangka
sosialisasi dan penyebarluasan
(desiminas
i)
.
Setelah perbaikan dan penyempurnaan,
kurikulum tersebut perlu diujicobakan secara
nyata di beberapa sekolah yang
diangga representatif. Pelaksana uji coba adalah tenaga
professional yang tidak dilibatkan
dalam penyusunan kurikulum.
Supaya uji coba ters
ebut menghasilkan masukan yang
efektif maka diperlukan
kegiatan monitoring dan evaluasi
yang fungsinya untuk memperbaiki atau
menyempurnakan berdasarkan
pelaksanaan di lapangan. Kelemahan dari model
administratif adalah kurikulum ini
bentuknya seragam dan
bersifat sentralistik,
sehingga kurang sesuai jika
diterapkan dalam dunia pendidikan yang menganut asas
desentralisasi. Selain dari pada
iti, kurikulum ini kurang tanggap terhadap perubahan
nyata yang dihadapi para pelaksana
kurikulum di lapangan.
3. Mod
el
Grass Roots
Pengembangna kurikulum model ini
adalah kebalikan dari model administratif.
Model
Grass Roots
adalah model pengembangan kurikulum
yang dimulai dari bawah.
Dalam prosesnya pengembangan
kurikulum ini diawali atau dimulai dari gagasan dan
ide g
uru
-
guru sebagai tim pengajar. Model ini
lebih demokratis karena digagas sendiri
oleh pelaksana di lapangan, sehingga
perbaikn bisa dimulai dari unit yang paling
terkecil dan spesifik hingga ke yang
lebih besar.
Ada beberapa ketentuan yang harus
diperhatia
n dalam menerapkan model
pengembangan
grass roots
ini, yaitu:
a.
guru harus memiliki kemampuan yang
professional,
b.
guru harus terlibat penuh dalam
perbaikan kurikulum dan penyelesaian masalah
kurikulum,
c.
guru harus terlibat langsung dalam
perumusan tujuan, pemi
lihan bahan, dan
penentuan evalusi,
d.
seringnya pertemuan kelompok dalam
pembahasan kurikulum yang akan
berdampak terhadap pemaham guru dan
akan menghasilkan konsesus tujuan,
prinsip, maupun rencana
-
rencana.
Model pengambangan kurikulum ini
dapat dikembangak
an pada lingkup luas
maupun dalam lingkup yang sempit.
Dapat berlaku untuk bidang studi tertentu atau
sekolah tertentu, tetapi dapat pula
digunakan untuk beberapa bidang studi maupun pada
beberapa sekolah yang lebih luas.
dalam prosesnya, guru
-
guru harus m
ampu
melakukan kerja operasional dalam
pengembangan kurikulum secara kooperatif
sehingga dapat menghasilkan suatu
kurikulum yang sistemik.
Oleh karena itu pengembangan
kurikulum model ini sangat membutuhkan
dukungan moril maupun materil yang
bersifat kondu
sif dari pihak pimpinan. Ada
beberapa hal yang harus diantisipasi
dalam model ini, di antaranya adalah akan
bervariasinya sistem kurikulum di
sekolah karena
menerapkan partisipasi sekolah dan
masyarakat secara demokratis.
Sehingga apabila tidak terkontrol
(tidak ada kendali
mutu), maka cenderung banyak
mengabaikan kebijakan pusat.
4. Model Demostrasi
Model pengembangan kurikulum idenya
datang dari bawah
(grass roots)
.
Semula merupakan suatu upaya inovasi
kurikulum dalam skal kecil yang selanjutnya
digunak
an dalam skala yang lebih luas,
tetapi dalam prosesnya sering mendapat
tantangan atau ketidaksetujuan dari
pihak
-
pihak tertentu. Menurut Smith,
Stanley, dan
Shores, ada dua bentuk mpdel
pengembangan ini.
Pertama, sekelompok guru dari satu
sekolah atau beb
erapa sekolah yang
diorganisasi dan ditunjuk untuk
melaksanakan suatu uji coba atau eksperimen suatu
kurikulum. Unit
-
unit ini melakukan suatu proyek
melalui kegiatan penelitian dan
pengembangan untuk menghasilkan
suatu model kurikulum. Hasil dari kegiatan
penelitian dan pengembangan ini
diharapkan dapt digunakan pada lingkungan sekolah
yang lebih luas. pengembangan model
ini biasanya diprakarsai oleh pihak Departemen
Pendidikan dan dilaksanakan oleh
kelompok guru dalam rangka inovasi dan perbaikan
suatu kur
ikulum.
Kedua, dari beberapa orang guru yang
merasa kurang puas tentang kurikulum
yang sudah ada, kemudian mereka
mengadakan eksperimen, uji coba dan mengadakan
pengembangan secara mandiri. Pada
dasarnya guru
-
guru tersebut mencobakan yang
dianggap belum ad
a, dan merupakan suatu inovasi
terhadap kurikulum, sehingga
berbeda dengan pengembangan yang
berlaku, dengan harapan akan ditemukan
pengembangan kurikulum yang lebih
baik dari yang ada.
Ada beberapa kebaikan dalam
penerapan model pengembangan ini, diantara
nya
adalah:
a.
kurikulum ini lebih nyata dan
praktis karena dihasilkan melalui proses yang telah
diuji dan diteliti secara ilmiah,
b.
perubahan kurikulum dalam skala
kecil atau pada aspek yang lebih khusus
kemungkinan kecil akan ditolak oleh
pihak administrator
, akan berbeda dengan
perubahan kurikulum yang sangat luas
dan kompleks,
c.
hakekat model demonstrasi berskala
kecil akan terhindar dari kesenjangan
dokumen dan pelaksanaan di lapangan,
d.
model ini akan menggerakkan
inisiatif, kreatifitas guru
-
guru serta member
dayakan
sumber
-
sumber administrasi untuk memenuhi
kebutuhan dan minat guru dalam
mengembangkan program baru.
5. Model Miller
-
Seller
Pengembangan kurikulum ini ada
perbedaan dengan model
-
model sebelumnya.
model pengembangan kurikulum Miller
-
Seller merupaka
n pengembangan kurikulum
kombinasi dari model transmisi
(Gagne) dan model transaksi (Taba’s & Robinson),
dengan tahapan pengembangan sebagai
berikut:
a. Klarifikasi Orientasi Kurikulum
Orientasi ini merefleksikan
pandangan filosofis, psikologos, dan sosio
logis
terhadap kurikulum yang seharusnya
dikembangkan. Menurut Miller dan Seller, ada
tiga jenis orientasi kurikulum yaitu
tranmisi, transaksi, dan transformasi.
b. Pengembangan Tujuan
Langkah selanjutnya adalah
mengembangkan tujaun umum dan tujuan khusus
berdasarkan orientasi kurikulum yang
bersangkutan. Tujuan umum dalam konteks ini
adalah merefleksikan pandangan orang
(image person)
dan pandangan
(image)
kemasyarakatan. Tujuan pengembangan
merupakan tujuan yang masih relative umum.
Oleh karena itu, perl
u dikembangkan tujuan
-
tujuan yang lebih khusus hingga pada
tujuan instruksional.
c. Identifikasi Model Mengajar
Pada tahap ini pelaksana kurikulum
harus mengidentifikasi strategi mengajar
yang akan digunakan yang disesuaikan
dengan tujuan dan orientasi ku
rikulum. Ada
beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam menentukan model mengajar yang
akan digunakan, yaitu:
1)
Disesuaikan dengan tujuan umum
maupun tujuan khusus.
2)
Strukturnya harus sesuai dengan
kebutuhan siswa.
3)
Guru yang menerapkan kurikulum ini
haru
s sudah memahami secara utuh,
sudah dilatih, dan mendukung model.
4)
Tersedia sumber
-
sumber yang esensial dalam
pengembangan model.
d. Implementasi
Implementasi sebaiknya dilaksanakan
dengan memperhatikan komponen
-
komponen program studi, identifikasi
sumber,
pernana, pengembangan professional,
penetapan waktu, komunikasi, dan
sistem monitoring. Langkah ini merupakan langkah
akhir dalam pengembangan kurikulum.
Prosedur orientasi yang dibakukan pada
umumnya tidak sesuai dengan
kurikulum transformasi, sebaliknya
kurikulum transmisi
pada umumnya menggunakan teknik
-
teknik evaluasi berstruktur dalam
menilai
kesesuaian antara pengelaman
-
pengalaman, strategi be;ajar dan
tujuan pendidikan.
6. Model Taba
(Inverted Model)
Model Taba merupakan modifikasi
model Tyler. Mo
difikasi tersebut
penekanannya terutama pada pemusatan
perhatian guru. Menurut Taba, guru harus
penuh aktif dalam pengembangan
kurikulum. Pengembangan kurikulum yang
dilakukan guru dan memposisikan guru
sebagai innovator dalam pengembang
kurikulum merupaka
n karakteristik dalam model
pengembangan Taba. Dalam
pengembangannya, model ini lebih
bersifat induktif, berbeda dengan model tradisional
yang deduktif.
Langkah
-
langkahnya adalah sebagai berikut:
a.
Mengadakan unit
-
unit eksperimen bersama dengan guru
-
guru.
Dalam kegitaan ini perlu
mempersiapkan (1) perencanaan berdasarkan pada
teori
-
teori yang kuat, (2) eksperimen
harus dilakukan di dalam kelas agar menghasilkan
data empiric dan teruji.
b.
Menguji unit eksperimen.
Unit yang dihasilkan pada langkah
pertama diuj
icobakan di kelas
-
kelas
eksperimen pada berbagai situasi dan
kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk
mengetahui tingkat validitas dan
kepraktisan sehingga dapat menghimpun data untuk
penyempurnaan.
c.
Mengadakan re
visi dan konsolidasi
Perbaikan dan penyem
purnaan dilakukan berdasarkan data
yang dihimpun
sebelumnya. selain perbaikan dan
penyempurnaan, dilakukan juga konsolidasi, yaitu
penarikan kesimpulan pada hal
-
hal yang bersifat umum dan konsisten
teori yang
digunakan.
d.
Pengembangan keseluruhan kurikulum
(developing’ a framework)
.
Langkah ini merupakan tahap
pengkajian kurikulum yang telah direvisi.
e.
Implementasi dan desiminasi.
Dalam tahap ini dilakukan penerapan
dan penyebarluasan program ke daerah dan
sekolah
-
sekolah, dan dilakukan pendataan
tentang kes
ulitan serta permasalaham yang
dihadapi guru
-
guru di lapangan. Oleh karena itu
perlu diperhatikan tentang persiapan di
lapangan yang berkaitan dengan aspek
-
aspek penerapan kurikulum.
7. Model Beauchamp
Model ini dikembangakan oleh George
A. Beuchamp, seo
rang ahli kurikulum.
Menurut Beauchamp, proses
pengembangan kurikulum meliputi lima tahap yaitu:
a.
Menentukan area atau wila
yah akan dicakup oleh kurikulum
Penentuan tahap ini ditentukan pemegang
wewenang yang dimiliki pengambil
kebijakan dibidang kurikulum.
b.
Menetapkan personalia
Tahap ini menentukan siapa saja
orang yang akan terlibat dalam pengembangan
kurikulum. Ada empat kategori orang
yang sebaiknya dilibatkan, yaitu: para ahli
pendidikan atau kurikulum yang ada
pada pusat pengembangan kurikulum dan ahli
bidang studi; para ahli pendididkan
dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru
-
guru
terpilih; para professional dalam
bidang pendidikan; professional lain dan tokoh
masyarakat.
c.
Organisasi dan
prosedur pengembangan kurikulum
Langkah ini berkenaan dengan
prosedur dalam merumuskan tujuan
umum dan
tujuan khusus, memilih isi dan
pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, juga dalam
menentukan desain kurikulum secara
keseluruhan.
d.
Implementasi kurikulum
Tahap ini yaitu pelaksanaan
kurikulum yang telah dikemb
angkan oleh tim
pengembang. Dalam pelaksanaan
kurikulum dibutuhkan kesiapan guru, siswa, fasilitas,
biaya, manajerial dan kepemimpinan
sekolah.
e.
Evaluasi kurikulum
Hal
-
hal penting yang dievaluasi yaitu:
pelaksanaan kurikulum oleh guru
-
guru,
desain kurikul
umnya, hasil belajar siswa,
keseluruhan dari sistem kurikulum.
B. ORGANISASI KURIKULUM
Salah satu aspek yang perlu dipahami
dalam peng
DAFTAR PUSTAKA
Muliyasa, E. (2009).implementasi
kurikulum 2004. Bandung:PT.remaja rosdakarya
Sudjana, nana. (2002).pembinaan
dan pengembangan kurikulum di sekolah. Bandung:sinar baru algensindo.
Nasution, S. (2003). Penembangan
kurikulum. Bandung: PT.Citra Aditia Bakti.
Hamalik, oemar. (1993). Evaluasi
kurikulum. Bandung:Remaja Rosda Karya.
sukmadinata, S. (1997). Pengemangan
kurikulum. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Hamalik, oemar. (2011). Dasar-dasar
pengmbangan kurikulum. Bandung:Remaja Rosda Karya.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195705101985031-ENDANG_RUSYANI/Model_Organisasi_Pengemb_Kurikulum.pdf
kurang jawabannya
ReplyDelete