Mp3

UAS PENGEMBANGAN KURIKULUM 2014-1




UJIAN AKHIR SEMESTER
PENGEMBANGAN KURIKULUM
TEKNOLOGI PENDIDIKAN (S2) PASCASARJANA
UNIMED

Nama               : NUR PUJI ASTUTIK
NIM                : 8136122040
Kelas               : TP – B1
e-mail              : nurfuji0@gmail.com
HP                   : 081316665180
Pekerjaan         : -


UJIAN AKHIR SEMESTER
SOAL:
1.      Model pembelajaran pada kurikulum 2013 (K.13) terdiri dari model pembelajaran: kolaborasi, individual, teman sebaya, sikap, bermain, kelompok, mandiri, multimodel. Model-model pembelajaran tersebut di atas kembangkan bentuk-bentuk model pembelajaran lainnya yang digunakan, seperti model jig saw masuk ke dalam kelompok model mana, dan masih banyak model pembelajaran lainnya identifikasikan dan masukkan kedalam kelompok model tersebut di atas!

2.      Proses evaluasi kurikulum memerlukan berbagai cara yang berbeda, salah satu model evaluasi yang sering digunakan mengacu pada: pelaksanaan evaluasi internal, rancangan revisi, pendapat ahli, komentar yang dipercaya, dan model kurikulum. Berikan penjelasan pada masing-masing langkah evaluasi kurikulum tersebut?
3.      Jelaskan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum (relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, efektifitas dan efisiensi) dan kaitkan dengan pengembangan K.13, apakah sudah sesuai / tepat berikan gambaran dan solusinya?
4.      Jelaskan manfaat silabus dan RPP dalam perencanaan pembelajaran pada K.13, sehingga diharapkan anda dapat melaksanakan pembelajaran sesuai yang tujuan. Berikan contoh?
5.      Model pengembangan kurikulum mengacu pada beberapa model seperti Tyler, Administratif, Grass Roots, Meller-Seller, Taba, Beuachamp, dll. Dalam pengembangan K.13 mengacu pada model apa, berikan alasannya dan gambaran arah K.13 kedepan?
6.      Kita sudah 10 kali berganti kurikulum. Inti dari kurikulum sebenarnya harus mampu memberikan pedoman dan kerangka yang jelas dari perangkat-perangkat pendidikan yang digunakan. Apa yang anda lakukan agar kurikulum kedepan bisa lebih baik?
7.      Jelaskan perbedaan kurikulum di Indonesia dengan di negera lain, minimal satu atau dua Negara (bebas), sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas, apakah K.13 masih layak digunakan atau perlu ada revisi (bila ada, maka pada bagianmana yang perlu diperbaiki)?
8.      K.13 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif serta mampu berkonstribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradapan dunia. Polapikir K.13 terhadap hal tersebut di atas meliputi apa saja?

Catatan:
·Bila merujuk kedalam buku, internet, maka cantumkan sumbernya dengan jelas, nama, tahun, judul, kota, penerbit dan juga URL serta tanggal di akses
·Orisinelitas, ide, gagasan serta opini untuk memecahkan permasalahan yang membangun dari jawaban anda sangat kami hargai
·Usahakan jawaban mahasiswa tidak sama, bila sama maka akan diambil kebijakan pengurangan nilai
·Jawaban dikumpul melalui email ke mursid.tp@gmail.comdengan
subjek: TP Kelas KURIKULUM Nama Mhs 2013/2014 (Contoh: TP B1 KURIKULUM AGUS MAIMUN 2013/2014)
dan hard copy melalui komisaris / ketuadan di serahkan kedosen pengampu mata kuliah
·Batas akhir tugas dikumpulkan tanggal 14 Juni 2014

Jawaban Soal No.1
Pengertian Model Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara, contoh maupun pola, yang mempunyai tujuan meyajikan pesan kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti, dan dipahami yaitu dengan cara membuat suatu pola atau contoh dengan bahan-bahan yang dipilih oleh para pendidik / guru sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi di dalam kelas.
Model pembelajaran Kurikulum 2013 berbasis saintifik dengan lima langkah pembelajaran yaitu mengamati, bertanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan  Sedangkan metode pembelajaran dalam kurikulum sebelumnya menggunakan tiga langkah : elaborasi, eksplorasi, konfirmasi.
Beberapa contoh model pembelajaran pada peserta didik aktif yang dapat dijadikan acuan pengajaran keterampilan di kelas pada kurikulum 2013 :
1. Model Pembelajaran Kolaborasi
Pembelajaran kolaborasi (collaboration learning) menempatkan peserta
didik dalam kelompok kecil dan memberinya tugas di mana mereka saling
membantu untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan kelompok. Dukungan
sejawat, keragaman pandangan, pengetahuan dan keahlian sangat membantu
mewujudkan belajar kolaboratif. Metode yang dapat diterapkan antara lain
mencari informasi, proyek, kartu sortir, turnamen, tim quiz.

2. Model Pembelajaran Individual

Pembelajaran individu (individual learning) memberikan kesempatan kepada
peserta didik secara mandiri untuk dapat berkembang dengan baik sesuai
dengan kebutuhan peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara lain
tugas mandiri, penilaian diri, portofolio, galeri proses.
3. Model Pembelajaran Teman Sebaya

Beberapa ahli percaya bahwa satu mata pelajaran benar-benar dikuasai hanya
apabila seorang peserta didik mampu mengajarkan kepada peserta didik lain.
Mengajar teman sebaya (peer learning) memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik. Pada waktu yang sama,
ia menjadi narasumber bagi temannya. Metode yang dapat diterapkan antara
lain: pertukaran dari kelompok ke kelompok, belajar melalui jigso (jigsaw), studi kasus dan proyek, pembacaan berita, penggunaan lembar kerja, dll.
4. Model Pembelajaran Sikap

Aktivitas belajar afektif (affective learning) membantu peserta didik untuk
menguji perasaan, nilai, dan sikap-sikapnya. Strategi yang dikembangkan
dalam model pembelajaran ini didesain untuk menumbuhkan kesadaran akan
perasaan, nilai dan sikap peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara
lain: mengamati sebuah alat bekerja atau bahan dipergunakan, penilaian diri
dan teman, demonstrasi, mengenal diri sendiri, posisi penasihat.

5. Model Pembelajaran Bermain

Permainan (game) sangat berguna untuk membentuk kesan dramatis yang
jarang peserta didik lupakan. Humor atau kejenakaan merupakan pintu
pembuka simpul-simpul kreativitas, dengan latihan lucu, tertawa, tersenyum
peserta didik akan mudah menyerap pengetahuan yang diberikan. Permainan
akan membangkitkan energi dan keterlibatan belajar peserta didik. Metode
yang dapat diterapkan antara lain: tebak gambar, tebak kata, tebak benda
dengan stiker yang ditempel dipunggung lawan, teka-teki, sosio drama, dan
bermain peran.

6. Model Pembelajaran Kelompok

Model pembelajaran kelompok (cooperative learning) sering digunakan pada
setiap kegiatan belajar-mengajar karena selain hemat waktu juga efektif,
apalagi jika metode yang diterapkan sangat memadai untuk perkembangan
peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara lain proyek kelompok,
diskusi terbuka, bermain peran.
7. Model Pembelajaran Mandiri

Model Pembelajaran mandiri (independent learning) peserta didik belajar
atas dasar kemauan sendiri dengan mempertimbangkan kemampuan yang
dimiliki dengan memfokuskan dan merefleksikan keinginan. Teknik yang dapat
diterapkan antara lain apresiasi-tanggapan, asumsi presumsi, visualisasi mimpi atau imajinasi, hingga cakap memperlakukan alat/bahan berdasarkan temuan sendiri atau modifikasi dan imitasi, refleksi karya, melalui kontrak belajar, maupun terstruktur berdasarkan tugas yang diberikan (inquiry, discovery,recovery).

8. Model Pembelajaran Multimodel

Pembelajaran multimodel dilakukan dengan maksud akan mendapatkan
hasil yang optimal dibandingkan dengan hanya satu model. Metode yang
dikembangkan dalam pembelajaran ini adalah proyek, modifikasi, simulasi,
interaktif, elaboratif, partisipatif, magang (cooperative study), integratif,
produksi, demonstrasi, imitasi, eksperiensial, kolaboratif

Berikut ini daftar beberapa model pembelajaran kooperatif yang efektif:

TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)

Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan suatu kelompok dan memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk kelompok yang anggotanya mendapat nilai sempurna. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa bertanggungjawab untuk memeriksa pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu yang lebih banyak untuk membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak hambatan dalam belajar yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada tingkatan unit materi pelajaran yang sama. Banyak penelitian melaporkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini sangat efektif untuk digunakan dalam pembelajaran.

STAD (Student Teams Achievement Division)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di kelas anda, maka ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan model pembelajaran kooperatif STAD ini kepada siswa. 

Round Table atau Rally Table

Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini guru dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa (misalnya kata-kata yang dimulai dengan huruf “s”). Selanjutnya mintalah siswa bergantian menuliskan satu kata secara bergiliran.

Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Tujuan diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar anggota kelompoknya yang lain. Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya, karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang lain. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1) kelompok asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert group). Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli adalah kelompok yang terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara bergantian.

NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama

Pada modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan beri batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawa pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi.

TGT (Team Game Tournament)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa.

Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk mengajarkan siswa problem solving (pemecahan masalah).

Three-Minute Review (Reviu Tiga Langkah)

Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi.

GI (Group Investigasi)

Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi telah banyak dibahas pada blog ptk dan model pembelajaran ini. Silakan baca tentang model pembelajaran kooperatif group investigasi:

Go Around (Berputar)

Model pembelajaran kooperatif tipe go around sebenarnya adalah variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi. Baca lebih lanjut tentang langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif Go Around

Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik)

Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik) dikembangkan oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan bacaan). Setiap anggota pasangan akanbergantian membaca teks dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik (feedback). Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya. Baca artikel yang lebih rinci tentang model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik).

CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)

Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi (naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok membaca berbasis keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang-pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim) kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis.

The Williams

Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan pembelajaran. Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen seperti pada tipe STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

TPS (Think Pairs Share)

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981). Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.

TPC (Think Pairs Check)

Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan.

TPW (Think Pairs Write)

Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau tanggapan terhadappertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis.

Tea Party (Pesta Minum Teh)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapanan dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula  siswa diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti bila diadakan tes.

Write Around (Menulis Berputar)

Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa...). Mintalah semua siswa dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi. Setelah beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around.

Round Robin Brainstorming atau Rally Robin

Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya : berikan sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di Indonesia) untuk didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam kategori tersebut.

LT (Learnig Together)

Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok.

Student Team Learning (STL - Kelompok Belajar Siswa)

Model pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di John Hopkins University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana menggunakan student team learning. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat memberikan kontribusi yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya.

Two Stay Two Stray

Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay two stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.
Demikian pembahasan mengenai tipe-tipe model pembelajaran kooperatif. Pada artikel selanjutnya, blog ptk dan model pembelajaran akan menguraikan lebih detail mengenai beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang belum diulas pada artikel-artikel sebelumnya. Sampai jumpa.
Jawaban Soal No.2
A. Pengertian Evaluasi Kurikulum
 

Banyak ahli yang telah menyumbangkan buah pikirannya tentang evaluasi kurikulum antara lain :
  1. Menurut Morison evaluaasi adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan.
  2. Dalam buku The School Curruculum, evaluasi dinyatakansebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis yang bertujuan untuk membantupendidikan memehami dan menilai suatu kurikulum, srta memperbaiki metode pendidikan.
  3. Adapapun dalam buku Curriculum Plannning and Develoment dinyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk menilai kinerja pelaksanaan suatu kurikulum artinya evaluasi tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan dicapai, tujuan tersebutt harus diperiksa hala-hala yang telah dan sedang dilakukan serta evaluasi harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu.
  4. Dalam teori dan praktek pendidikan evaluasi kurikulum merupakan suatu bidang yang berkembang dengan cepat, termasuk evaluasi terhadap implementasi kurikulum.
Evaluasi kurikulum memegang peran penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun dalam pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksaan pendidikan dan para pemegang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pemegang system pendidikan dan pemegang model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.
Evaluasi kurikulum sulit dirumuskan secara tegas, hal tersebut disebabkan beberapa faktor :
  1. Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah
  2. Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan
  3. Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah.
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri. Ada pihak yang berpendapat antara keduannya tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lainyang menyatakan keduannya mempunyai hubungan yang sangat erat. Pihak yang memandang ada hubungan, hubungan tersebut merupakan hubungan sebab akibat. Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi akan member warna pada pelaksanaan kurikulum.

B. Aspek – Aspek Evaluasi Kurikulum
  1. Keterkaitan Antara Evaluasi Kurikulum Dan Pengembangan Kurikulum
    • Evaluasi kurikulum dan system kurikulum
Sebagai suatu bagian dari system evaluasi pendidikan, secara fungsional evaluasi kurikulum merupakan bagian dari system kurikulum. luSystem kurikulum memiliki tiga fungsi pokok yaitu pengembangan kurikulum, pelaksanaan kurikulum dan evaluasi efek system kurikulum. Evaluasi kurikulum minimal berfokus pada empat bidang yaitu, evaluasi terhadap penggunaan kurikulum, desain kurikulum, hasil dari siswa, dan system kurikulum.
    • Evaluasi kurikulum dan pengembangan kurikulum
Tylor berpendapat dalam buku Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum,evaluasi kurikulum minimal terjadi dua kali yaitu pada awal dan akhir pengembangan kurikulum agara dapat mengukur perubahan dalam jangka waktu tersebut. Pengembangan kurikulum adalah proses yang meliputi kegiatan untuk melaksanakan percobaan evaluasi, sehingga kekurangan yang ditemukan dapat diperbaiaki untuk hasil yang lebih baik. Konsep R.A Becher tentang pengembangan kurikulum dan evaluasi kurikulum, pada mulanya bersifat deskriptif yaitu menekankan pada what is it?, tetapi kemudian berkembang kepada yang bersifat preskriftif, yang menekankan pada what ought to be. Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus menerus untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan system pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi juga meliputi rentang yang cukup luas, mulai yang bersifat sangat informal sampai yang sanat formal. Pada tingkat yang sangat informal evaluasi kurikulum berbentuk perkiraan, dugaan atau pendapat tentang perubahan-perubahan yang dicapai oleh program sekolah. Pada ringkat yang lebih formal evaluasi kurikulum meliputi pengumpulan dan pencatatn data, sedangkan pada tingkat yang sangat formal berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan kearah tujuan yang telah ditentukan.
  1. Prinsip-Prinsip Evaluasi Kurikulum
    • Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam mencapai tujuan yan telah ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuan itu pula yang mengarahkan berbagai kegiatan dalam proses pelaksanaan evaluasi kurikulum.
    • Bersifat obyektif, artinya berpijak pada keadaan yang sebenarnya, bersumber dari data yang nyata dan akurat, yang diperoleh melalui instrument yang handal.
    • Bersifat komprehensip, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam ruang lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus mendapat perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum dilakukan pengambilan keputusan.
    • Koopratif dan bertanggung jawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan keberhasilan suatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab bersama pihak-pihak yang terlibat dalamproses pendidikan seperti guru, kepala sekolah, orang tua bahkan siswa dan sebagainya.
    • Efisien, kkhususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan yang menjadi unsur penunjang. Oleh karena itu, harus diupayakan agar hasl evaluasi lebih tinggi, atau paling tidak berimbang dengan mateeril yang digunakan.
    • Berkesinambungan. Hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan luar sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum
  2. Jenis-Jenis Straregi Evaluasi
    • Strategi pertama, penentuan lingkungan tempat terjadinya perubahan, terdapat berbagai kebutuhan yang tidak atau belum terpenuhi dan juga berbagai masalah yang mendasari timbulnya kebutuhan serta kesemmpatan untuk terjadinya perubahan.
    • Strategi kedua, pengenalan dan penilaian terhadap berbagai kemampuan yang relevan Strateggi ketiga, pendekatan dan prediksi hambatan yang mungkin terjadi dalam desain procedural atau implemmentasi sepanjang tahap pelaksanaan program.
    • Strategi keempat, pnentuan keefektifan proyek yang telah dilaksanakan melalui pengukuran dan penafsiran hasil-hasil yang telah dicapai sehngga seorang evaluator dapat memilih strategi yang tepat
  3. Prosedur Strategi Evaluasi
    • Evalusi kebutuhan dan Feasibility
Prosedur yang dapat dilakukan oleh organisasi atau administrator tingkat pelaksana. Prosedur yang dilaksanakan adalah :
      1. Merumuskan tipe dan jenis mata pelajaran atau program yang sekarang sedang dismpaikan.
      2. Menetapkan program yang dibutuhkan.
      3. Menilai data setempat berdasarkan tes baku, tes intelengensi dan tes sikap yang ada.
      4. Menilai riset yang telah ada baik riset setempat maupun riset tingkat nasional yang sama atau berhubungan.
      5. Menetapkan feasibility pelaksanaan program sesuai dengan sumber-sumber yang ada.
      6. Mengenali masalah-masalah yang mendasari kebutuhan.
      7. Menentukan proyek yang akan dikembangkan guna berkontribusi pada system sekolah.
    • Evaluasi masukan
Evaluasi masukan melibatkan para supervisor, konsultan dan ahli mata pelajaran yang dapat merumuskan pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini harus dilihat dalam hubungannya dengan hambatan (misalnya penerimaan pemecahan masalah tersebut oleh guru dan siswa) jadi, evaluasi masukan menuju kearah pengembangan berbagai strategi dan prosedur, yang dalam pembbuatan keputusannya sangat dibutuhkan informasi yang akuarat selain itu masukan juga berusaha mengenali daerah permasalahan agar dapat diawasi selam berlangsungnya implementasi.
    • Evaluasi proses
Evaluasi proses adalah system pengelolaan informasi dalam upaya membuat keputusan yang berkenaan dengan ekspansi, kontraksi, modifikasi, dan klarifikasi strategi pemecahan atau penyelesaian masalah. Dalam hal ini staff perpustakaan memainkan peran yang sangat penting, karena mereka secara langsung melakukan monitoring terhadap desain dan prosedur pelaksanaan, serta memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan program.
    • Evaluasi produk
Evaluasi ini berkenaan dengan pengukuran terhadap hasil-hasil program dalam kaitannya dengan tercapainya tujuan. Berbgai variable yang diuji bergantung pada tujuan, perubahan sikap, perbaikan kemampuan dan perbaikan tingkat kehadiran. Dari evaluasi akan diperoleh data dan informasi yang cukup valid serta dapat dipercaya dalam upaya pembuatan keputusan dan program perbaikan.
  1. Kompnen Desain Evaluasi
Desain evaluasi menguraikan tentang, 1). Data yang harus dikumpulkan, 2). Analisis data untuk membuktikan nilai dan efektivitas kurikulum. Desain evaluasi biasanya terdiri dari sekurang-kurangnya lima langkah, yaitu;
    1. Merumuskan tujuan evaluasi kurikulum
    2. Mendesain proses dan metodologi evaluasi
    3. Menspesifisikan data yang diperlukan untuk menyusun intrumen bagi proses bagi pengumpulan data
    4. Mengumpulkan, menyusun dan mengolah data
    5. Menganalisis data dan menyusun laporan mengenai hasil-hasil, kesimpulan dan rekomendasi.
  1. Model – Model Evaluasi Kurikulum
    • Evaluasi model penelitian Eksperimen lapangan dalam pendidikan, dimulai pada tahun 1930, dengan menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian botani pertanian. Para ahli botani pertanian mengadakan percobaan untuk mengetahui produktivitas bermacam-macam benih. Percobaan serupa juga dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh tanah, pupuk dan sebagainya terhadap produktivitas suatu macam beih. Model eksperimen dalam botani pertanian dapat digunakan dalam pendidikan, anak dapat disamakan dengan benih sedangkan kurikulum serta berbagai fasilitas dan sistem sekolah dapat disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya. Untuk mengetahui tingkat kesuburan benih (anak) serta hasil yang dicapai pada akhir program percobaan dapat digunakan dengan tes (pre test dan post test).
      Ada beberpa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen tersebut, yaitu :
      1. Kesulitan administrative, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen
      2. Masalah teknik dan logis, yaitu kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji.
      3. Sulit mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, pengaruh guru-guru tesebut sulit dikontrol
      4. Adanya keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan.
    • Evaluasi model objektif (tujuan) Dalam model objektif , evaluasi merupakan bagain yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. Para evaluator juga mempunyai peranan menghimpun pendapat-pendapat orang luar tentang inovasi kurikulum yang dilaksanakan. Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat tujuan khusus.
      Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengembang model objektif:
      1. Adanya kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum
      2. Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa
      3. Menyususn materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut
      4. Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hsil yang diinginkan.
    • Evaluasi campuran multivariasi Evaluasi model perbandingan dan model Tylor dan Bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsure-unsur dari kedua pendekatan tersebut.
      Langkah – langkah model multivariasi tersebut adalah sebagai berikut:
      1. Mencari sekolah yang bersedia dievaluasi atau diteliti
      2. Pelaksanaan program. Bila tidak ada pencampuran sekolah tekanannya pada partisipasi yang optimal
      3. Sementara tim menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode unsure, dapat disiapkan tes tambahan
      4. Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan computer
      5. Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari bebrapa variabel yang berbeda
Beberapa ksesulitan yang dihadapi dalam model campuran multivariasi tersebut, yaitu:
      1. Diharapkan memberi tes yang signifikan.
      2. Terlalu banyaknya variabel yang perlu dihitung pada suatu saat, kemampuan computer hanya sampai pada 40 variabel sedangkan dengan model ini dapat dikumpulkan sampai 300 variabel
      3. Meskipun model campuran multivariasi telah mengurangi masalah kontrol berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi tetap menghadapi masalah-masalah pembandingan.
  1. Proses Evaluasi Kurikulum
Berbagai model desain kurikulum memerlukan berbagai cara evaluasi yang berbeda pula. Evaluasi model yang sering digunakan adalah desain tujuan. Evaluasi tersebut terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut : pelaksanan evaluasi internal, rancangan revisi, pendapat ahli, komentar yang dapat dipercaya, model kurikulum, Dalam program evaluasi tersebut masih terdapat perbedaan pendapat tentang apakah ahli yang melaksanakan kurikulum harus ahli juga dalam bidang ilmu tersebut, ada pula ahli yang mengemukakan empat langkah evaluasi kurikulum yang berfokus pada tujuan yaitu : evalusi internal dilaksanakan oleh pengembang kurikulum dan berhubungan dengan model desain kuikulum yang bertujuan untuk memperbaiki proses pengembangan kurikulum, evaluasi formatif adalah proses ketika pengembang kurikulum memperoleh data untuk memperbaiki dan merevisi kurikulum agar menjadi lebih efektif, evaluasi sumatif bertujuan untuk memeriksa kurikulum dan diadakan setelah pelasanaan kurikulum untuk memeriksa efesiensi secara keseluruhan, evaluasi jangka panjang
  1. Peranan Evaluasi Kurikulum
Evalusi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan intittusi sosial. Proyek-proyek evaluasi yang dikembangkan di Inggris umpamanya, juga di Negara-negara lain, merupakan intitusi sosial mempunyai asal usul, sejarah, struktur serta interest sendiri. Beberpa karakteristik dari proyek-proyek kurikulum yang telah dikembangkan di Inggris, umpamanya Lebih bekenaan dengan inovasi daripada dengan kurikulum yang ada, Lebih berskala nasional daripada lokal, Dibiayai oleh Grant dari luar yang berjangka pendek daripada oleh anggapan tetap, Lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan penelitian yang bersifat psikomotorikdaripada oleh kebiasaan lama yang berupa penelitian sosial. Peran evaluasi kebijaksaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu: 1. Evaluasi sebagai judget, konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian, pertama evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu prangkat kriteria praktis berdasarkan kriteria-kriteria tersebut suatu hasil yang dapat dinilai. Evaluasi kurikulum bukan merupakan konsep tunggal, minimal meliputi dua kegiatan, Kegiatan yang pertama mengumpulkan informasi, mungkin juga mengandung segi - segi nilai (terutama dalam memilih sumber informasi dan jenis informasi yang dikumpulkan), tetapi belum menunjukkan suatu evaluasi. Dalam kegiatan yang kedua, yaitu menentukan keputusan menunjukkan suatu evaluasi, dasar perimbangan yang digunakan adalah suatu perangkat nilai-nilai. 2. Evaluasi dan penentuan keputusan, Pengambil keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau khususnya kurikulum sangat banyak, yaitu: guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para inspektur. Pengembang kurikulum dan sebagainnya. Pada prinsipnya tiap individu tersebut membuat keputusan sesuai dengan posisinya masing masing. Besar atau kecilnya peranan keputusan yang diambil oleh seseorang sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya serta lingkup masalah yang dihadapinya pada suatu saat. Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam penggunaan hasil evaluasi bagi pengambilan keputusan adalah, hasil evaluasi yang diterima oleh berbagai pihak pengambil keputusan adalah sama. Masalah yang timbul adalah bahwa belum tentu keputusan yang diambil bermanfaat bagi pihak lain, artinya suatu informasi mungkin lebih bermanfaat bagi pihak tertentu tetapi belum tentu bermanfaat bagi pihak yang lain. Evaluasi Kurikulum 3. Evaluasi dan konsensus nilai Secara historis consensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tradisi tes mental serta eksperimen. Konsensus tersebut berupa kerangka kerja penelitian yang dipusatkan pada tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi belajar yang bersifat behavioral, penggunaan analisis statistic dari pre test dan post test dan lain-lain. Model tersebut mendapatkan beberapa kritik tetapi kritik atau kesulitan tersebut yang paling utama adalah dalam merumuskan tujuan-tujuan khusus yang dapat diterima oleh seluruh partisipan evaluasi kurikulum serta perencanaan kurikulum. Juga diantara partisipan harus ada persetujuan tentang tujuan-tujuan yang paling penting. Para partisipan dalam evaluasi pendidikan dapat terdiri atas: orang tua, murid, guru, pemgembang kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek, dan sebagainnya. Pernah dimimpikan para partisipan tersebut merupakan suatu kelompok yang homogen sebagai pengambil keputusan atas hasil penelitian, tetapi beberapa pengalaman menunjukkan bahwa hal itu tidak mungkin. Mereka mempunyai sudut pandang, kepentingan nilai-nilai serta pengalaman tersendiri. Kesatuan penilaian hanya dapat dicapai melalui suatu konsensus. Evaluasi Kurikulum

Jawaban Soal No.3
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
  1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
  2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
  3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
  4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
  5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas
Jawaban Soal No. 4
Hakikat RPP Menurut Kurikulum 2013
RPP adalah singkatan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Dalam pedoman umum pembelajaran untuk penerapan Kurikulum 2013 disebutkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. RPP mencakup: (1) data sekolah, matapelajaran, dan kelas/semester; (2) materi pokok; (3) alokasi waktu; (4) tujuan pembelajaran, KD dan indikator pencapaian kompetensi; (5) materi pembelajaran; metode pembelajaran; (6) media, alat dan sumber belajar; (6) langkah-langkah kegiatan pembelajaran; dan (7) penilaian.

Semua guru di setiap sekolah harus menyusun RPP untuk mata pelajaran kelas di mana guru tersebut mengajar (guru kelas dan guru mata pelajaran). Guru kelas adalah sebutan untuk guru yang mengajar kelas-kelas pada tingkat tertentu di Sekolah Dasar (SD). Sedangkan guru mata pelajaran adalah guru yang mengampu mata pelajaran tertentu pada kenjang SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK.

Pengembangan RPP dianjurkan untuk dikembangkan/disusun di setiap awal semester atau awal tahun pelajaran. Hal ini ditujukan agar agar RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan proses penyusunan/pembuatan/ atau pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri atau secara berkelompokdi MGMP .

Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau secara bersama-sama melalui musyawarah guru MATA pelajaran (MGMP) di dalam suatu sekolah tertentu semestinya harus difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah. Pengembangan RPP melalui MGMP antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasikan dan disupervisi oleh pengawas atau dinas pendidikan.

Perancangan Pembelajaran Penting untuk Membuat Proses Pembelajaran Sesuai dengan Tujuan Kurikulum

Prinsip-Prinsip Pengembangan RPP Menurut Kurikulum 2013
Beberapa prinsip penting yang harus diperhatikan saat mengembangkan atau menyusun RPP adalah sebagai berikut.
  1. RPP disusun oleh guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan silabus yang telah dikembangkan di tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran. Jadi dalam hal ini guru harus mampu menterjemahkan ide-ide yang dimuat dalam Kurikulum 2013. Penterjemahan ide-ide didasarkan pada silabus yang telah disiapkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini departemen pendidikan dan kebudayaan. Kemampuan menterjemahkan ide akan terlihat saat guru mengembangkan RPP dan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
  2. RPP yang dibuat selalu mengedepankan perencanaan pembelajaran yang nantinya dalam proses belajar mengajar akan mendorong partisipasi aktif siswa. RPP yang dibuat tidak boleh menyimpang dari tujuan Kurikulum 2013 yaitu untuk menghasilkan siswa sehingga menjadi manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar (pebelajar sepanjang hayat/lifelong learner), proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sehingga dapat mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu (curiousity), kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar dan kebiasaan belajar.
  3. Pengembangan RPP yang baik akan mengedepankan proses pembelajaran yang mengembangkan budaya membaca dan menulis pada diri peserta didik. Proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
  4. Di dalam RPP terdapat cara-cara dan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru untuk memberikan umpan balik (feedback) dan tindak lanjut (follow up). RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif (positive feedback), penguatan (reinforcement), pengayaan (enrichment), dan remedi. Pemberian pembelajaran remedi harus dilakukan guru setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta didik dapat teridentifikasi. Pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta didik.
  5. Perancangan RPP memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara materi-materi pembelajaran yang satu dengan materi pembelajaran yang lainnya. RPP harus sedemikian rupa sehingga keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar menjadi satu kesatuan utuh berbentuk pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas matapelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya.
  6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Jawaban Soal No . 5
1. Model Ralph Tyler
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan Tyler diajukan berdasarkan pada beberapa pertanyaan yang mengarah pada langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut adalah:
a.
T
ujuan pendidikan apa yang dicapai oleh sekolah?
b.
Pengalaman
-
pengalaman pendidikan apakah yang semestinya diberikan untuk
mencapai tujuan pendidikan?
c.
Bagaimanakah pengalaman
-
pengalaman pendidikan sebaiknya diorganisasikan?
d.
Bagaimanakah menentukan bahwa tujua
n telah tercapai?
Berdasar pada empat pertanyaan tersebut,
Tyler merumuskan empat tahap yang
harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum, yaitu meliputi:
a.
Menentukan Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harsu dicapai
dalam
program pendidikan dan pembelajaran. Tujuan pendidikan harus menggambarkan
perilaku akhir setelah peserta didik mengikuti program pendidikan, sehingga tujuan
tersebut harus dirumuskan secara jelas dan terperinci.
Ada tiga aspek yang harus dipertimba
ngkan sebagai sumber dalam penentuan
tujuan pendidikan menurut Tyler, yaitu:
1)
hakikat peserta didik,
2)
kehidupan masyakat masa kini, dan
3)
pandangan para ahli bidang studi.
Penentuan tujuan pendidikan dengan berdasar kepada ketiga aspek diatas,
selanjutnya difi
lter oleh nilai
-
nilai filosofis masyarakat dan filosofis pendidikan serta
psikologi belajar.
Ada lima faktor yang menjadi arah penentuan tujuan pendidikan, yaitu:
pengembangan kemampuan berpikir, membantu memperoleh informasi,
pengembangan sikap kemasyarak
atan, pengembangan minat peserta didik, dan
pengembangan sikap sosial.
5
b. Menentukan Proses Pembelajaran
Salah satu aspek yang harus diperhatikan dal
am penentuan proses pembelajaran
adalah persepsi dan latar belakang kemampuan peserta didik.
Pengalaman
peserta didik
akan sangat membantu dalam terwujudnya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Dalam proses pembelajaran akan terjadi interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan pendidikan atau sumber belajar, yang tujuannya untuk membentuk sikap,
pen
getahuan dan keterampilan sehingga muncul perilaku yang utuh.
c. Menentukan Organisasi Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar sangat dipengaruhi oleh tahapan
-
tahapan dan isi atau materi
belajar. Tahapan
-
tahapan belajar yang tersusus dengan rapi akan sanga
t membantu
terwujudnya tujuan pembelajaran. Kejelasan materi dan proses pembelajaran akan
memberikan gambaran mengenai jenis evaluasi yang akhirnya dapat digunakan.
d. Menentukan Evaluasi Belajar
Menentukan evaluasi belajar yang cocok merupakan tahap akhi
r dalam model
Tyler. Dalam menentukan evalusi belajar hendaknya mengacu pada tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran serta proses pembelajaran yang telah ditentukan
sebelumnya. Selain itu, hendaknya merujuk pula pada prinsip
-
prinsip evaluasi yang
ada.
2
. Model Administratif
Pengembangan kurikulum ini disebut juga dengan istilah dari atas ke bawah (
top
down)
atau staff lini
(line
-
staff procedure)
, artinya dalam pengembangan kurikulum ini
terdapat beberapa tahapan secara prosedural yang harus ditempuh deng
an dibantu oleh
beberapa tim tertentu.
Langkah pertama adalah pembentukan ide awal yang dilaksanakan oleh para
pejabat tingkat atas, yang membuat keputusan dan kebijakan berkaitan dengan
pengembangagn kurikulum. Tim ini sekaligus sebagai tim pengarah dalam
pengembangan kurikulum.
Langkah kedua adalah membentuk suatu tim panitia pelaksana atau komisi untuk
mengembangkan kurikulum yang didukung oleh beberapa anggota yang terdiri dari
para ahli, yaitu: ahli pendidikan, kurikulum, disiplin imu, tokoh masyarakat
, tim
6
pelaksana pendidikan, dan pihak dunia kerja. Tim ini bertugas untuk mengembangkan
konsep
-
konsep umum, landasan, rujukan, maupun strategi pengembangan kurikulum
yang selanjutnya menyusun kurikulum secara opersional berkaitan dengan
pengembangan atau p
erumusan tujuan
pendidikan maupun pembelajaran, pemilihan
dan penyusunan rambu
-
rambu dan substansi materi pembelajaran, menyusun alternatif
proses pembelajaran, dan menentukan penilaian pembelajaran.
Langkah ketiga, kurikulum yang sudah selesai disusun kem
udia diajukan untuk
diperiksa dan diperbaiki oleh tim pengarah. Tim ini melakukan penyesuaian antara
aspek
-
aspek kurikulum secara terkoordinasi dan menyiapkan secara sistem dalam
rangka uji coba maupun dalam rangka sosialisasi dan penyebarluasan
(desiminas
i)
.
Setelah perbaikan dan penyempurnaan, kurikulum tersebut perlu diujicobakan secara
nyata di beberapa sekolah yang diangga representatif. Pelaksana uji coba adalah tenaga
professional yang tidak dilibatkan dalam penyusunan kurikulum.
Supaya uji coba ters
ebut menghasilkan masukan yang efektif maka diperlukan
kegiatan monitoring dan evaluasi yang fungsinya untuk memperbaiki atau
menyempurnakan berdasarkan pelaksanaan di lapangan. Kelemahan dari model
administratif adalah kurikulum ini bentuknya seragam dan
bersifat sentralistik,
sehingga kurang sesuai jika diterapkan dalam dunia pendidikan yang menganut asas
desentralisasi. Selain dari pada iti, kurikulum ini kurang tanggap terhadap perubahan
nyata yang dihadapi para pelaksana kurikulum di lapangan.
3. Mod
el
Grass Roots
Pengembangna kurikulum model ini adalah kebalikan dari model administratif.
Model
Grass Roots
adalah model pengembangan kurikulum yang dimulai dari bawah.
Dalam prosesnya pengembangan kurikulum ini diawali atau dimulai dari gagasan dan
ide g
uru
-
guru sebagai tim pengajar. Model ini lebih demokratis karena digagas sendiri
oleh pelaksana di lapangan, sehingga perbaikn bisa dimulai dari unit yang paling
terkecil dan spesifik hingga ke yang lebih besar.
Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatia
n dalam menerapkan model
pengembangan
grass roots
ini, yaitu:
a.
guru harus memiliki kemampuan yang professional,
b.
guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum dan penyelesaian masalah
kurikulum,
7
c.
guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemi
lihan bahan, dan
penentuan evalusi,
d.
seringnya pertemuan kelompok dalam pembahasan kurikulum yang akan
berdampak terhadap pemaham guru dan akan menghasilkan konsesus tujuan,
prinsip, maupun rencana
-
rencana.
Model pengambangan kurikulum ini dapat dikembangak
an pada lingkup luas
maupun dalam lingkup yang sempit. Dapat berlaku untuk bidang studi tertentu atau
sekolah tertentu, tetapi dapat pula digunakan untuk beberapa bidang studi maupun pada
beberapa sekolah yang lebih luas. dalam prosesnya, guru
-
guru harus m
ampu
melakukan kerja operasional dalam pengembangan kurikulum secara kooperatif
sehingga dapat menghasilkan suatu kurikulum yang sistemik.
Oleh karena itu pengembangan kurikulum model ini sangat membutuhkan
dukungan moril maupun materil yang bersifat kondu
sif dari pihak pimpinan. Ada
beberapa hal yang harus diantisipasi dalam model ini, di antaranya adalah akan
bervariasinya sistem kurikulum di sekolah karena
menerapkan partisipasi sekolah dan
masyarakat secara demokratis. Sehingga apabila tidak terkontrol
(tidak ada kendali
mutu), maka cenderung banyak mengabaikan kebijakan pusat.
4. Model Demostrasi
Model pengembangan kurikulum idenya datang dari bawah
(grass roots)
.
Semula merupakan suatu upaya inovasi kurikulum dalam skal kecil yang selanjutnya
digunak
an dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering mendapat
tantangan atau ketidaksetujuan dari pihak
-
pihak tertentu. Menurut Smith, Stanley, dan
Shores, ada dua bentuk mpdel pengembangan ini.
Pertama, sekelompok guru dari satu sekolah atau beb
erapa sekolah yang
diorganisasi dan ditunjuk untuk melaksanakan suatu uji coba atau eksperimen suatu
kurikulum. Unit
-
unit ini melakukan suatu proyek melalui kegiatan penelitian dan
pengembangan untuk menghasilkan suatu model kurikulum. Hasil dari kegiatan
penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapt digunakan pada lingkungan sekolah
yang lebih luas. pengembangan model ini biasanya diprakarsai oleh pihak Departemen
Pendidikan dan dilaksanakan oleh kelompok guru dalam rangka inovasi dan perbaikan
suatu kur
ikulum.
8
Kedua, dari beberapa orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum
yang sudah ada, kemudian mereka mengadakan eksperimen, uji coba dan mengadakan
pengembangan secara mandiri. Pada dasarnya guru
-
guru tersebut mencobakan yang
dianggap belum ad
a, dan merupakan suatu inovasi terhadap kurikulum, sehingga
berbeda dengan pengembangan yang berlaku, dengan harapan akan ditemukan
pengembangan kurikulum yang lebih baik dari yang ada.
Ada beberapa kebaikan dalam penerapan model pengembangan ini, diantara
nya
adalah:
a.
kurikulum ini lebih nyata dan praktis karena dihasilkan melalui proses yang telah
diuji dan diteliti secara ilmiah,
b.
perubahan kurikulum dalam skala kecil atau pada aspek yang lebih khusus
kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak administrator
, akan berbeda dengan
perubahan kurikulum yang sangat luas dan kompleks,
c.
hakekat model demonstrasi berskala kecil akan terhindar dari kesenjangan
dokumen dan pelaksanaan di lapangan,
d.
model ini akan menggerakkan inisiatif, kreatifitas guru
-
guru serta member
dayakan
sumber
-
sumber administrasi untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam
mengembangkan program baru.
5. Model Miller
-
Seller
Pengembangan kurikulum ini ada perbedaan dengan model
-
model sebelumnya.
model pengembangan kurikulum Miller
-
Seller merupaka
n pengembangan kurikulum
kombinasi dari model transmisi (Gagne) dan model transaksi (Taba’s & Robinson),
dengan tahapan pengembangan sebagai berikut:
a. Klarifikasi Orientasi Kurikulum
Orientasi ini merefleksikan pandangan filosofis, psikologos, dan sosio
logis
terhadap kurikulum yang seharusnya dikembangkan. Menurut Miller dan Seller, ada
tiga jenis orientasi kurikulum yaitu tranmisi, transaksi, dan transformasi.
b. Pengembangan Tujuan
Langkah selanjutnya adalah mengembangkan tujaun umum dan tujuan khusus
berdasarkan orientasi kurikulum yang bersangkutan. Tujuan umum dalam konteks ini
adalah merefleksikan pandangan orang
(image person)
dan pandangan
(image)
9
kemasyarakatan. Tujuan pengembangan merupakan tujuan yang masih relative umum.
Oleh karena itu, perl
u dikembangkan tujuan
-
tujuan yang lebih khusus hingga pada
tujuan instruksional.
c. Identifikasi Model Mengajar
Pada tahap ini pelaksana kurikulum harus mengidentifikasi strategi mengajar
yang akan digunakan yang disesuaikan dengan tujuan dan orientasi ku
rikulum. Ada
beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan model mengajar yang
akan digunakan, yaitu:
1)
Disesuaikan dengan tujuan umum maupun tujuan khusus.
2)
Strukturnya harus sesuai dengan kebutuhan siswa.
3)
Guru yang menerapkan kurikulum ini haru
s sudah memahami secara utuh,
sudah dilatih, dan mendukung model.
4)
Tersedia sumber
-
sumber yang esensial dalam pengembangan model.
d. Implementasi
Implementasi sebaiknya dilaksanakan dengan memperhatikan komponen
-
komponen program studi, identifikasi sumber,
pernana, pengembangan professional,
penetapan waktu, komunikasi, dan sistem monitoring. Langkah ini merupakan langkah
akhir dalam pengembangan kurikulum. Prosedur orientasi yang dibakukan pada
umumnya tidak sesuai dengan kurikulum transformasi, sebaliknya
kurikulum transmisi
pada umumnya menggunakan teknik
-
teknik evaluasi berstruktur dalam menilai
kesesuaian antara pengelaman
-
pengalaman, strategi be;ajar dan tujuan pendidikan.
6. Model Taba
(Inverted Model)
Model Taba merupakan modifikasi model Tyler. Mo
difikasi tersebut
penekanannya terutama pada pemusatan perhatian guru. Menurut Taba, guru harus
penuh aktif dalam pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang
dilakukan guru dan memposisikan guru sebagai innovator dalam pengembang
kurikulum merupaka
n karakteristik dalam model pengembangan Taba. Dalam
pengembangannya, model ini lebih bersifat induktif, berbeda dengan model tradisional
yang deduktif.
10
Langkah
-
langkahnya adalah sebagai berikut:
a.
Mengadakan unit
-
unit eksperimen bersama dengan guru
-
guru.
Dalam kegitaan ini perlu mempersiapkan (1) perencanaan berdasarkan pada
teori
-
teori yang kuat, (2) eksperimen harus dilakukan di dalam kelas agar menghasilkan
data empiric dan teruji.
b.
Menguji unit eksperimen.
Unit yang dihasilkan pada langkah pertama diuj
icobakan di kelas
-
kelas
eksperimen pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk
mengetahui tingkat validitas dan kepraktisan sehingga dapat menghimpun data untuk
penyempurnaan.
c.
Mengadakan re
visi dan konsolidasi
Perbaikan dan penyem
purnaan dilakukan berdasarkan data yang dihimpun
sebelumnya. selain perbaikan dan penyempurnaan, dilakukan juga konsolidasi, yaitu
penarikan kesimpulan pada hal
-
hal yang bersifat umum dan konsisten teori yang
digunakan.
d.
Pengembangan keseluruhan kurikulum
(developing’ a framework)
.
Langkah ini merupakan tahap pengkajian kurikulum yang telah direvisi.
e.
Implementasi dan desiminasi.
Dalam tahap ini dilakukan penerapan dan penyebarluasan program ke daerah dan
sekolah
-
sekolah, dan dilakukan pendataan tentang kes
ulitan serta permasalaham yang
dihadapi guru
-
guru di lapangan. Oleh karena itu perlu diperhatikan tentang persiapan di
lapangan yang berkaitan dengan aspek
-
aspek penerapan kurikulum.
7. Model Beauchamp
Model ini dikembangakan oleh George A. Beuchamp, seo
rang ahli kurikulum.
Menurut Beauchamp, proses pengembangan kurikulum meliputi lima tahap yaitu:
a.
Menentukan area atau wila
yah akan dicakup oleh kurikulum
Penentuan tahap ini ditentukan pemegang wewenang yang dimiliki pengambil
kebijakan dibidang kurikulum.
11
b.
Menetapkan personalia
Tahap ini menentukan siapa saja orang yang akan terlibat dalam pengembangan
kurikulum. Ada empat kategori orang yang sebaiknya dilibatkan, yaitu: para ahli
pendidikan atau kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan ahli
bidang studi; para ahli pendididkan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru
-
guru
terpilih; para professional dalam bidang pendidikan; professional lain dan tokoh
masyarakat.
c.
Organisasi dan
prosedur pengembangan kurikulum
Langkah ini berkenaan dengan
prosedur dalam merumuskan tujuan umum dan
tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, juga dalam
menentukan desain kurikulum secara keseluruhan.
d.
Implementasi kurikulum
Tahap ini yaitu pelaksanaan kurikulum yang telah dikemb
angkan oleh tim
pengembang. Dalam pelaksanaan kurikulum dibutuhkan kesiapan guru, siswa, fasilitas,
biaya, manajerial dan kepemimpinan sekolah.
e.
Evaluasi kurikulum
Hal
-
hal penting yang dievaluasi yaitu: pelaksanaan kurikulum oleh guru
-
guru,
desain kurikul
umnya, hasil belajar siswa, keseluruhan dari sistem kurikulum.
B. ORGANISASI KURIKULUM
Salah satu aspek yang perlu dipahami dalam peng

DAFTAR PUSTAKA

Muliyasa, E. (2009).implementasi kurikulum 2004. Bandung:PT.remaja  rosdakarya
Sudjana,  nana.  (2002).pembinaan dan pengembangan kurikulum di sekolah. Bandung:sinar baru algensindo.
Nasution, S. (2003). Penembangan kurikulum. Bandung: PT.Citra Aditia Bakti.
Hamalik, oemar. (1993). Evaluasi kurikulum. Bandung:Remaja Rosda Karya.
sukmadinata, S. (1997). Pengemangan kurikulum. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Hamalik, oemar. (2011). Dasar-dasar pengmbangan kurikulum. Bandung:Remaja Rosda Karya.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195705101985031-ENDANG_RUSYANI/Model_Organisasi_Pengemb_Kurikulum.pdf      

1 comment: